
SEPUTAR SULUT NEWS – Dalam memperingati Hari Pahlawan Nasional, pada Tanggal 10 November 2023. Bataha Santiago, atau Raja Manganitu Ke-3 Pejuang dari Sangihe, Sulawesi Utara mendapat gelar Pahlawan Nasional dari Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo.
Hari Pahlawan Nasional 2023 ini, ada Enam pejuang yang diberi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden RI, salah Satu di antara mereka adalah Bataha Santiago dari Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara.
Penetapan Raja Santiago sebagai pahlawan nasional dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 115-TK-TH-2023 Tertanggal 6 November 2023.
Dari data yang didapat media ini menyebutkan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, juga menjabat sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) RI, mengumumkan bahwa upacara penganugerahan gelar pahlawan dilakukan pada Hari Pahlawan, yang diperingati 10 November 2023.
Raja Bataha Santiago bernama lengkap Don Jugov Sint Santiago merupakan Putra asli Desa Bowongtiwo – Kauhis, Manganitu, Lahir pada Tahun 1622. Nama Bataha sendiri merupakan sebutan masyarakat di Nusa Utara yang diartikan sebagai Kesatria atau Kesaktian.
Santiago diangkat menjadi Raja Manganitu Ke – 3 pada Tahun 1670 Kala itu, Santiago yang baru menyelesaikan pendidikannya di Universitas Santo Thomas Manila, Filipina pada tahun 1666 (saat itu dia sudah berumur 44 Tahun). Dirinya menduduki Takhta sebagai Raja Manganitu dan memerintah pada Tahun 1670 sampai 1675. Dirinya juga bercita – cita untuk menyatukan kerajaan yang berada di Kepulauan Sangihe dan Talaud. Wilayah Kerajaan Manganitu berada di Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara.
Gelar Pahlawan Nasional kepada Bataha Santiago ini tidak lepas dari peran Pemerintah Sulut dan Sangihe yang sudah mengusulkannya sejak sekitar Lima Tahun silam kepada Pemerintah Pusat. Sejak Tahun 1964, Nama Santiago sudah di abadikan menjadi nama Komando Resort Militer di Sulawesi Utara (Korem 131/Santiago) yang berada di bawah Komando Daerah Militer (Kodam) XIII/Merdeka.
Kepahlawanan Raja Bataha Santiago bermula ketika kedamaian kerajaan itu di usik dengan kedatangan Gubernur Belanda bernama Robertus Padtbrugge pada Tahun 1675. Gubernur Belanda yang berkedudukan di Maluku datang ke Sangihe untuk melakukan perjanjian VOC, atau Vereenigde Oost-Indische Compagnie, dengan Kerajaan Manganitu, Raja Santiago yang selalu dengan pendirian yang teguh, serta sikap gotong royong bersama rakyat, secara tegas menolak menandatangani Kontrak Panjang (Lange Contract) dengan VOC.
Sosok Bataha Santiago dikenal sebagai Satu – Satunya Raja di Kepulauan Sangihe yang menolak untuk meneken kerjasama dagang dengan VOC. Sikap dan prinsip yang kuat dan teguh membuatnya berani mati dalam membela keutuhan Nusa dan Bangsa.
Beberapa kali Santiago dibujuk sahabatnya serta Sultan untuk menandatangani kerja sama VOC namun dirinya menolak dan mengambil segala resiko terkait penolakan tersebut. Kata – kata Bataha Santiago yang dikenang saat ketika ia mengumpulkan para pejabat kerajaan dan semua pihak yang terkait maupun yang akan melibatkan diri melawan VOC adalah, “I kite mendiahi wuntuang ‘u seke, nusa kumbahang katumpaeng,” Kalimat itu berarti kita harus menyiapkan pasukan perang, negeri kita jangan dimasuki musuh.
Penolakan Bataha Santiago membuat ia dan para pengikutnya terlibat dalam beberapa kali peperangan melawan VOC yang berlangsung selama empat bulan. Sayangnya, kekuatan persenjataan yang tidak seimbang serta siasat licik Belanda membuat perlawanan Bataha Santiago bisa dihentikan. Keberanian Raja Santiago, menolak tunduk kepada Pemerintah Kolonial Belanda, sehingga mereka menyiasati untuk menangkap Raja Santiago.
Dari sumber di Sangihe mengatakan, VOC tidak bisa membunuh Raja Santiago, dibuktikan dengan, sudah beberapa kali gagal mengeksekusi mati Santiago karena kesaktiannya. Mulai dari upaya ditengelamkan di laut, ditembak, hingga saat terakhir tertangkap, Santiago dihukum gantung serta di Pancung pada Tahun 1675 di Tanjung Tahuna. Makam atau kuburan Bataha Santiago kini dapat ditemui di Desa Karatung I, Kecamatan Manganitu, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara.
Makam pahlawan nasional ini berbentuk segi empat yang dilapisi tegel putih dengan ukuran 2,5 x 3,25 meter. Pada bagian atas makam terdapat Salib, kemudian di bagian tengah terdapat prasasti yang bertuliskan riwayat hidup serta semboyan beliau yang berbunyi, “Biar saya mati digantung tidak mau tunduk kepada Belanda”. Makam Bataha Santiago juga telah mengalami pemugaran sebanyak dua kali. Pemugaran pertama dilakukan oleh pemda dan diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1975. Sedangkan pemugaran kedua dilakukan oleh Komandan Korem 131/ Santiago pada tanggal 10 November 1993.
Untuk mengenang kisah pahlawan Raja Santiago, dibangun pula Patung Santiago di Pulau Miangas, Talaud sebagai simbol pahlawan Manganitu (Daerah Kepulauan Sangihe dan Talaud) yang melawan jajahan Belanda.
Kini, Bataha Santiago menjadi pahlawan nasional asal Sulawesi Utara yang ke-11. Sebelumnya adalah GSSJ Sam Ratulangi, Arie F. Lasut, Maria Walanda Maramis, Pierre Tendean, Robert Wolter Mongisidi, Jahja Daniel Dharma (John Lie), Lambertus Nicodemus Palar, Bernhard Wilhelm Lapian, AA Maramis, dan Arnold Mononutu. (Oke)